Beranda | Artikel
Sejenak di Dunia, Selamanya di Akhirat
9 jam lalu

Pernahkah kita merenung sejenak, betapa cepatnya waktu berlalu? Usia yang dulu terasa panjang, kini seakan berlari meninggalkan kita. Rambut yang dulu hitam, kini mulai memutih. Badan yang dulu kuat, kini mudah letih. Semua ini sejatinya adalah peringatan lembut dari Allah, bahwa hidup di dunia hanyalah sebentar, persinggahan singkat menuju kampung akhirat yang kekal.

Di antara kisah para Nabi yang begitu menyentuh hati adalah kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Beliau adalah Nabi yang paling panjang usianya. Allah Ta’ala menyebutkan,

فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا

Maka ia (Nuh) tinggal di tengah kaumnya selama seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (QS. Al-‘Ankabut: 14)

Bayangkan, 950 tahun Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah dengan penuh kesabaran, menghadapi caci maki, penolakan, bahkan hanya segelintir yang beriman kepadanya. Umur yang begitu panjang seakan memberikan pelajaran mendalam kepada kita, bahwa meski usia manusia panjang sekalipun, dunia tetaplah terasa singkat.

Subhanallah, hampir seribu tahun hidupnya pun seakan berlalu bagai sekejap. Jika Nabi Nuh yang diberi umur panjang merasakan dunia begitu singkat, bagaimana dengan kita yang rata-rata hanya hidup 60–70 tahun?

Rasulullah ﷺ bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku itu antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun, dan sedikit sekali yang melebihi itu.” (HR. Tirmidzi, no. 2331, hasan shahih)

Inilah dunia. Secepat kedipan mata. Maka janganlah tertipu olehnya.

Dunia adalah ladang sementara

Allah Ta’ala sering mengingatkan dalam Al-Qur’an, betapa dunia hanyalah kesenangan yang sebentar. Allah berfirman,

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

Perhiasan dunia memang indah: rumah megah, kendaraan mewah, jabatan tinggi, dan harta berlimpah. Tetapi semuanya hanyalah fatamorgana. Ia tampak manis di awal, namun lenyap begitu cepat.

Ibarat bunga yang mekar sebentar, lalu layu diterpa panas. Allah menggambarkannya,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megahan di antara kamu, serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering, lalu kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur.” (QS. Al-Hadid: 20)

Bukankah kita sering menyaksikan sendiri? Betapa banyak orang mengejar dunia mati-matian, namun belum sempat menikmatinya, ajal sudah menjemput.

Hakikat dunia di mata Rasulullah ﷺ

Rasulullah ﷺ sering memberikan perumpamaan agar para sahabat tidak silau dengan dunia. Beliau pernah melewati seekor bangkai kambing yang cacat telinganya. Lalu beliau bersabda,

أَتُرَوْنَ أَنَّ هَذَا كَانَ يَهُونُ عَلَى أَهْلِهِ لَوْ كَانَ حَيًّا؟ قَالُوا: لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ أَهْلُهُ يَسْتَحِقُّونَ أَنْ لَا يَكُونَ فِيهِ شَيْءٌ. فَقَالَ: فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

“Apakah kalian mengira bangkai kambing ini berharga di mata pemiliknya? Para sahabat menjawab, ‘Seandainya kambing ini hidup pun, cacat telinga seperti itu tidak berharga apa-apa.’ Rasulullah bersabda, ‘Demi Allah, dunia ini lebih hina di sisi Allah daripada bangkai ini di mata pemiliknya.’” (HR. Muslim no. 2957)

Betapa rendahnya dunia di sisi Allah Ta’ala. Karena itu, orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan utama sungguh telah tertipu.

Dunia bukan tujuan, melainkan jalan

Saudaraku, dunia bukanlah tempat tinggal selamanya. Dunia hanyalah tempat persinggahan, tempat menanam, tempat bekerja. Akhiratlah tempat menuai.

Rasulullah ﷺ bersabda,

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau seorang asing atau seorang musafir.” (HR. Bukhari no. 6416)

Seorang musafir tidak pernah terlalu terpikat dengan rumah persinggahan. Ia tahu, tempat itu hanya sebentar. Ia akan segera berangkat melanjutkan perjalanan. Begitulah seharusnya kita di dunia. Tidak lalai dengan gemerlapnya, tidak silau dengan kilauannya, tetapi menjadikan dunia sebagai sarana menuju akhirat.

Sayangnya, banyak orang terjerat tipu daya dunia. Mereka mengira dunia adalah segalanya. Allah sudah mengingatkan,

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap kehidupan akhirat mereka lalai.” (QS. Ar-Rum: 7)

Lihatlah bagaimana manusia saling berbangga: siapa yang rumahnya lebih besar, siapa yang mobilnya lebih mewah, siapa yang anaknya lebih banyak prestasinya. Padahal, semua itu tidak akan ditanya di hadapan Allah, kecuali apakah ia digunakan untuk ketaatan atau tidak.

Mengingat kematian

Rasulullah ﷺ menasihati kita untuk sering mengingat mati, karena itulah yang dapat melembutkan hati dan menjauhkan dari kelalaian. Beliau bersabda,

أَكْثِرُوا مِنْ ذِكْرِ هَادِمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan (yaitu kematian).” (HR. Tirmidzi no. 2307, sahih)

Kematian akan memutus semua yang kita cintai: keluarga, harta, jabatan, dan kedudukan. Tak ada yang kita bawa kecuali iman dan amal saleh.

Saudaraku, dunia ini hanyalah ladang. Jangan sampai kita menghabiskan waktu, tenaga, dan pikiran hanya untuk sesuatu yang akan lenyap. Gunakan dunia untuk menanam amal, agar kelak di akhirat kita menuai hasilnya. Rasulullah ﷺ bersabda,

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ، وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia ini penjara bagi orang beriman, dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 2956)

Maka, bersabarlah dengan keterbatasan dunia. Janganlah hati kita guncang oleh cobaan, jangan pula silau oleh gemerlap dunia. Tenangkan hatimu: ini hanya dunia.

Baca juga: Jangan Teperdaya dengan Ilusi Dunia

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/110854-sejenak-di-dunia-selamanya-di-akhirat.html